Selasa, 04 Januari 2011

DIABETES PADA ANAK

Penyakit Diabetes Melitus (DM) atau akrab disebut kencing manis– khususnya tipe 2 yang bukan faktor keturunan– kini tak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja. Ironisnya lagi, diabetes pada anak sulit dideteksi, sehingga tidak bisa dicegah sejak dini.

Tidak ada tanda-tanda khusus dari seorang bayi yang memiliki potensi terkena diabetes saat usia dewasa, seorang anak baru akan terdeteksi menderita diabetes pada usia 7 tahun ke atas. Hal itu ditandai dengan sejumlah gejala yang mirip dengan gejala diare seperti
1. muntah,
2. sering buang air besar,
3. kesadaran menurun (koma),
4. dehidrasi berat,
5. kejang-kejang dan sebagainya.

Namun bedanya, nafas si anak berbau asam (aseton). Kondisi itulah yang membuat orang tua terkadang salah dalam menilai kondisi kesehatan buah hatinya. Banyak orang tua melihat gejala yang terjadi pada anaknya sebagai diare berat. Padahal dia sudah terserang diabetes. Tidak jarang anak penderita diabetes dibawa ke rumah sakit dalam keadaan koma.

Untuk mengantisipasi hal itu, orangtua harus memperhatikan kebiasaan makan dan aktivitas fisik anaknya di rumah. Selain juga memperhatikan perkembangan berat badan anak tersebut. Anak yang terindikasi menderita DM biasanya
1. sering cepat
2. merasa lapar dan haus,
3. buang air kecilnya banyak
4. dan berat badannya tidak pernah naik.

Kalau orangtua melihat gejala yang demikian, itu harus hati-hati. Coba ajak anak untuk memeriksa kadar gula darahnya. Kadar gula darah yang normal pada anak sama dengan kadar gula yang normal bagi orang dewasa yakni berkisar antara 100-140 mg/dl.

DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.

Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.

Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi. Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi glukogen. Gula juga akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose. Ini yang sering disebut orang sebagai kencing manis.

Selama ini anak-anak yang menderita diabetes masuk dalam tipe 1. Artinya, penyakit tersebut diturunkan dari orangtuanya karena terjadi defisiensi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas dalam tubuhnya. Kondisi itu menyebabkan anak kekurangan hormon insulin.
Untuk DM tipe 1 pada anak bisa dikenali sejak awal.

Yang jadi masalah adalah orangtua yang tidak memiliki riwayat DM, biasanya lalai menjaga kesehatan anaknya sehingga kegemukan dan berpotensi terkena DM tipe 2.
Tidak semua anak obesitas memiliki peluang te terkena DM. Namun anak obesitas yang memiliki orangtua diabetes memiliki peluang yang besar untuk terkena penyakit yang sama dengan orangtuanya tersebut.

Suka Mengompol
diabetes pada anak dapat pula menyebabkan kematian dan mengganggu proses tumbuh kembangnya. Anak yang terkena DM hendaknya menjalani terapi insulin daripada mengkonsumsi obat-obatan. Anak yang menderita diabetes juga perlu dijaga pola makannya dan olahraga secara teratur.
Anak-anak memang agak sulit untuk diatur pola makannya, apalagi sekarang ini gerai makanan cepat saji tersedia dimana-mana. Di sinilah perlunya peran orangtua, keluarga dan guru dalam membantu anak untuk bisa memperhatikan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang terkontrol.

gejala awal DM biasa disebut dengan 3 P, yakni polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan poliuri (banyak kencing).
Akan tetapi, yang seringkali terjadi kalau anak banyak makan dan banyak minum, orang tua menganggap wajar. Sering kencing juga dianggap wajar, wong makan minumnya juga banyak. Itu yang membuat orang tua dan dokter kecolongan. Baru setelah anak terkena infeksi, baru diabetesnya kelihatan. pasien sering datang dalam keadaan kejang dan kesadaran menurun. Setelah dicek kadar gula darahnya baru ketahuan anaknya menderita DM. Pemeriksaan gula darah itu dijadikan pemeriksaan rutin supaya tidak kecolongan.

Gejala lain yang harus diwaspadai orang tua adalah jika si kecil tiba-tiba ngompol. Misalnya, sudah 3-4 tahun anak tidak ngompol, lalu mendadak, kok, ngompol lagi. Nah, itu harus dicurigai sebagai gejala diabetes.

DM tipe I bisa muncul sejak usia dini, bahkan bayi sekali pun. Cuma, kalau masih kecil, meski kekurangan insulin, biasanya tidak banyak. Jadi, tidak terlalu tampak meski kadar gulanya naik. Baru setelah anak semakin besar, makin kelihatan karena kebutuhan insulinnya makin banyak.

Apalagi kalau orangtua tidak mampu menjaga berat badan anaknya sehingga terkena obesitas. Anak-anak sekarang, hobi makan junk food yang jumlah kalorinya sangat besar. Tanpa serat, isinya hanya protein, lemak, dan karbohidrat. Kalau dihitung, bisa ribuan kalori per porsi. Padahal seharusnya porsi untuk sehari, sementara kalori yang dikeluarkan tidak sebanyak yang diasup.

Pada anak obesitas, kebutuhan insulin untuk metabolisme juga lebih banyak. “Kekurangan insulin makin lama akan makin menumpuk, meskipun kadang-kadang tidak bermanifestasi,” katanya. Pada anak obesitas, biasanya dilakukan pemeriksaan kadar gula darah. “Apabila sangat meningkat, harus diwaspadai anak mudah menjadi diabetes, meskipun biasanya ada faktor genetik dulu. Memang, tidak semua pasien obesitas menjadi diabetes tipe II. Hanya sedikit, tapi diet tetap perlu. Selain gula darah tinggi, risiko kegemukan lain adalah kolesterol tinggi.”

Diabetes patut mendapat perhatian karena penyakit tersebut telah menjadi kematian terbesar nomor lima di dunia. WHO melaporkan, jumlah kematian akibat penyakit tersebut di seluruh dunia adalah 3,2 juta orang per tahun. Itu artinya, setiap menit, 6 orang meninggal dunia akibat diabetes.

Diabetes Melitus (DM) dapat menyerang siapa saja dan tidak pandang usia. Penyebab pastinya masih menjadi misteri namun faktor-faktor genetik dan lingkungan diduga ikut berperan.

Anak-anak pun dapat mengalami DM jika obesitas. Obesitas menyebabkan sindrom metabolik, diawali resistensi insulin yang ditandai adanya warna kehitaman pada kulit di sekitar tengkuk. Biasanya, orang tua menduganya sebagai daki.
Meskipun menderita DM tipe 1, anak juga tetap dapat berprestasi. Atur pola makan, ajak si kecil berolah raga, dan tetap memantau pemberian insulin agar mempertahankan kadar glukosa di dalam darahnya senormal mungkin.

Kenali gejala DM seperti:
- Si kecil terus-menerus merasa haus dan buang air kecil. Kondisi tersebut biasanya timbul secara tiba-tiba selama beberapa hari.
- Berat badan turun drastis.
- Anak sering mengalami kelelahan, gangguan penglihatan, dan rewel tanpa sebab. Bila tak ditangani dengan baik, si kecil akan mulai merasa mual, napas berat, jantung berdebar-debar, kemudian pingsan.
“Jika gejala tersebut muncul, segera bawa ke dokter adalah yang paling tepat dilakukan orangtua,” kata Aman yang juga menambahkan bahwa bila kadar glukosa dalam darah mencapai 200 mg/dl dalam urin, berarti pertanda adanya DM.

Anak penderita DM tak boleh melakukan diet ketat sebagaimana orang dewasa. Yang harus dihindari adalah makanan yang bersifat high glisemic index yang menguras insulin. Dan sebaliknya, harus memperbanyak makanan berserat. Jangan makan makanan yang minim kalori sehingga kadar gula darah terlalu rendah atau hipoglikemia yang bisa menyebabkan pingsan. Ini membahayakan.
DM tipe 1 memang tidak bisa dihindari. Namun DM tipe 2 bisa dihindari melalui pola hidup yang baik dan benar, yaitu membatasi makanan dan melakukan olahraga secara teratur.

(Sumber “Suara Karya” dan Tabloid Nova)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar