Selasa, 22 Desember 2009

IMUNISASI BCG

Jumlah Pemberian

Cukup 1 kali, karena vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang terbentuk akan memiliki kualitas yang sama dengan yang terinfeksi secara alami. Oleh karena itu, antibodi yang dihasilkan melalui vaksinasi sudah tinggi. Berbeda dari vaksin yang berisi kuman mati, umumnya memerlukan booster atau pengulangan.

Usia Pemberian 

Kelompok umur yang rentan terserang TB adalah usia balita, terutama usia kurang dari 1 tahun. Hal ini disebabkan anak umumnya punya hubungan erat dengan penderita TB dewasa, seperti dengan ibu, bapak, nenek, kakek, dan orang lain yang serumah. Karena itulah, vaksin BCG sudah diberikan kepada anak sejak berusia kurang dari 1 tahun, yaitu usia 2 bulan. Di usia ini sistem imun tubuh anak sudah cukup matang untuk mendapat vaksin BCG. Namun, bila ada anggota keluarga yang tinggal serumah atau kerabat yang sering berkunjung ke rumah menderita TB, maka ada baiknya bayi segera diimunisasi BCG setelah lahir.

Bila umur bayi sudah terlewat dari 2 bulan, sebelum dilakukan vaksinasi hendaknya jalani dulu tes Mantoux (tuberkulin). Gunanya untuk mengetahui, apakah tubuh si anak sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi BCG dilakukan apabila tes Mantoux negatif.

Lokasi Penyuntikan 

Yang dianjurkan oleh WHO adalah di lengan kanan atas. Cara menyuntikkannya pun membutuhkan keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal. Para orangtua juga tak perlu khawatir dengan luka parut yang bakal timbul di lengan, karena umumnya luka parut tersebut tidaklah besar. Jadi tidak akan merusak estetika keindahan lengan anak Anda kelak.

Berikan Vaksin Saat Anak Sehat 

Tak perlu ragu melakukan vaksinasi bila anak hanya sekadar batuk pilek. Vaksinasi sebaiknya ditunda dulu apabila anak demam tinggi atau sedang menderita penyakit yang berat (misalnya sampai perlu perawatan di rumah sakit). Alangkah baiknya bila melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada yang lebih ahli sebelum melakukan vaksinasi.

Tanda Keberhasilan Vaksinasi 

Tanda keberhasilan vaksinasi BCG berupa bisul kecil dan bernanah pada daerah bekas suntikan yang muncul setelah 4-6 minggu. Benjolan atau bisul setelah vaksinasi BCG memiliki ciri yang sangat khas dan berbeda dari bisul pada umumnya. Bisul tersebut tidak menimbulkan rasa nyeri, bahkan bila disentuh pun tidak terasa sakit. Tak hanya itu, munculnya bisul juga tak diiringi panas. Selanjutnya, bisul tersebut akan mengempis dan membentuk luka parut.

Bila Ada Reaksi Berlebih 

Tingkatkan kewaspadaan bila ternyata muncul reaksi berlebih pascavaksinasi BCG. Misal, benjolan atau bisul itu lama tidak sembuh-sembuh dan menjadi koreng. Atau, malah ada pembengkakan pada kelenjar di ketiak (sekelan). Ini dapat merupakan pertanda si anak pernah terinfeksi TB sehingga menimbulkan reaksi berlebih setelah divaksin. Sebaiknya segera periksakan kembali ke dokter.

Penting diketahui, setiap infeksi selalu diikuti oleh pembesaran kelenjar limfe setempat (regional) sehingga bisa diraba. Jadi infeksi ringan akibat vaksinasi di lengan atas akan menyebabkan pembesaran kelenjar limfe ketiak. Jika infeksi terjadi pada pangkal paha, akan terjadi pembesaran kelenjar limfe di lipatan paha. Namun efek samping ini tidak terjadi pada semua bayi. Yang berisiko apabila bayi tersebut sudah terinfeksi TB sebelum vaksinasi.

Bila Tak Timbul Benjolan 

Orangtua tak perlu khawatir bila ternyata tidak muncul bisul/benjolan di daerah suntik. Jangan langsung beranggapan bahwa vaksinasinya gagal. Bisa saja itu terjadi karena kadar antibodinya terlalu rendah, dosis terlalu rendah, daya tahan anak sedang menurun (misalnya anak dengan gizi buruk) atau kualitas vaksinnya kurang baik akibat cara penyimpanan yang salah.

Meski begitu, antibodi tetap terbentuk tetapi dalam kadar yang rendah. Jangan khawatir, di daerah endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) seperti Indonesia, infeksi alamiah akan selalu ada. Booster-nya (ulangan vaksinasi) bisa didapat dari alam, asalkan anak pernah divaksinasi sebelumnya.


Referensi

1. Prof. DR. Dr. Sri Rezeki S Hadinegoro, Sp.A(K), Staf pengajar pada Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI dan Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Selasa, 08 Desember 2009

ENURESIS

     Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari pada seseorang yang pada saat itu pengendalian kandung kemih diharapkan sudah tercapai. Anak-anak memncapai kontrol kandung kemih (kontinensi) pada usai yang berbeda beda, sebagian besar anak anak mengalami kontinensi pada usia 4 atau 5 tahun.


     Enuresis terbagi menjadi enuresis nokturnal yaitu enuresis pada malam hari, dan enuresis diurnal yaitu enuresis pada siang hari. Kriteria untuk enuresis nokturnal masih banyak berbeda di antara pakar, namun pada umumnya batasan yang sering dipakai adalah bila enuresis pada malam hari menetap lebih dari dua kali dalam sebulan pada anak yang berumur diatas 5 tahun.

     Menurut awal terjadinya, enuresis dibagi menjadi enuresis primer, bila enuresis terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam pengontrolan buang air kemih, sedang enuresis sekunder terjadi setelah 6 bulan dari periode setelah kontrol pengosongan air kemih sudah normal, terganggu oleh kejadian lingkungan yang memicu penyebab psikologis, ini biasanya tidak kontinu dan sementara. 

    Enuresis nokturnal disebabkan oleh bermacam macam penyebab yaitu adanya keterlambatan dalam pematangan dan perkembangan kandung kemih, gangguan pola tidur, psikopatologi, stres lingkungan, gangguan urodinamik, penyakit organik pada traktus urinarius dan adanya abnormalitas sekresi dari ritme circadian hormon antidiuretik (ADH).

     Keterlambatan dalam pematangan dan perkembangan kandung kemih berhubungan dengan faktor genetik. Enuresis dilaporkan pada 43% anak dari ayah penderita enuresis, 44% anak dari ibu penderita enuresis dan 77% anak bila ibu dan ayahnya penderita enuresis.
Enuresis bissa menimbulkan stigma sosial dan emosional, stress dan ketidak-nyamanan bagi si anak dan keluarganya, untuk itu dilakukan berbagai intervensi, yaitu non-farmakologi antara lain latihan menahan miksi, memberikan motivasi, mengubah kebiasaan dengan menggunakan alat bell and pad dan star chart dan secara farmakologi.

Daftar Pustaka
1. Dalton R, Scorr C: Enuresis. Dalam: Behrman RE, kligman RM, Jenson HB, penyunting: Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia, WB Saunders Coy, edisi ke-16, 2000, hal 72-3.
2.Travis LB: Evaluating the child with enuresis. Dalamn: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting: Rudolph's Pediatrics. Conneticut, Prentice Hall international, INC, edisi ke-20, 1996, hal 1336-7.
3. Sekarwarna N: Enuresis. Dalam: Alatas H, tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting: Buku Ajar Nefrologi anak, edisi ke-2, 2002, hal 291-307.
4. Bechtold DW: Enuresis. Dalam: Hay WW, Hayward AR, penyunting: Current Pediatric Diagnosis & Treatment. New York, Lange medical Books/McGraw-Hill, edisi ke-15, 2001, hal 175-6.

Selasa, 17 November 2009

INFLUENCE OF EDUCATIVE GAME INSTRUMENT ON CHILDREN'S MOTOR DEVELOPMENT

Children must receive the three basic needs which are aducation (asah), love (asih) and care (asuh). One of the three basic needs, namely education, can be given by stimulation through play activities.Montesoti, as quoted by Huges FP, suggests that playing is the work of children resulting in preoccupation with adapting every play situation into a learning experience. Piaget, as quoted by Pulaki MAS, suggests that playing is necessary for the cognitive adaptation and contributing to development of children.

Development is the improvement of skills and intelligence of children parallel with the increasing of age. The development of children begins at prenatal, the learning process begins at postnatal, and every child in the age group 2 to 5 years old undergoes first rapid development phase. The rate of development occurs with the expected stage, and learning process occurs with the understandable stages, but the biggest variation exists in the individual in relation to the rate of development and their learning processes. There have been continuous development and learning that come from interactions with people, objects, and surrounding environment.

A child is the active participant in the developmental process in her or his learning activities. The most important of development task in children is in preschool age and early years of school age which consists of motor development based on use of the different muscular groups that were well coordianted.

Educative game instrument (EGI) is a playing device which can maximize the development of children, The device contains the element of education that its usage is in accordance with age and the development rate of children. Some EGI can stimulate the cognitive aspect of development through recognition of size, shape, and colour of the device.

My experimental study using pretest-posttest control group design was carried out on children aged 2 to 5 years old. Inclusion criteria: healthy, well-nourished children, no developmental delay (confirmed by Denver-II developmental screening test). Exclusion criteria: preterm birth children. Forty subjects were selected by means of simple rendom sampling; research data were taken with Cronbach's motor skills care. Conclusions: there is a significant difference in motor skills scores and motor skill dimensions of children who receive EGI stimulation compared to those who do not. (Paediatr Indones.2008;48:315-21).

Sensory motor stage take place from postnatal period until the age of two years old. In this period, babies shall build their own understanding on their sphere by coordinating sensory experiences with physical motor actions. they will study about environtment through the ways available for them. The sensory and motor experiences of children are very important to study.

Motor development is a development which includes controlling the physical movement through the activity of nervous centre, nervous system, and muscle doordination. Motor development based on using deifferent muscle mass in coordination is highly important in preschool period and in early years of school. Motor skill may not be developed through a maturing process but the skill itsself must be studied. A study in motor skill found that there are eight important conditions i.e. studying readiness, studying oopotunity, practicing opportunity, properly aid tool, counseling and motivation. Those are conditions that should be studied individually, while skill should be studied one by one. The studying process may take place by watching the aid tool and cooding the information about its performance to become a cognitive outcome. EGI is a playing device designed specifically for the purpose of education and known as manipulative device. The size, form, and colour are provided in certain design, therefore if children are doing in a wrong way he or she will immediately be aware of it and correct the mistake.

Barrow IM, who examined the effect of colours, found that childrean named colour drawing with significantly higher accuracy rates than black and white line drawing. Colour may have provided information that more closely resembled the actual object, thus making the image more concrete and easily recognized. Further, a preference for colour in attending tasks has repeatedly shown to correspond with both mental age and intelligence, especially in the preschool years when children prefer to attend tasks in colour that require forced-choice matching.

References
1. Tanuwidjaya S. Kebutuhan dasar tumbuh kembang anak. In: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, GDE Ranuh IGN, editors. Buku Ajar I, Tumbuh kembang anak dan remaja. 1st edition, Jakarta: Sagung Seto, 2002; p. 13 - 9.
2. hughes FP, Noppe LD. Play, work and creativity. In: Hughes FP, editor. Human development across the life span. 1st edition. St Paul: West Pub Co, 1985; p. 543-71.
3. Pulaski MAS. Imitation and play. In: Pulaski MAS, editor. Understanding Piaget; an introduction to children's cognitive development; Rev-edition. New York: Harper and Row, 1980; p.78-83.
4. Needlman RD. Growth and development. In: Behrman RE, Kligman RM, Jesson HB, editors. Nelson textbook of pediatrics. 17th edition. Philadelphia: WB Saunders, 2004; p.23-65
5. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan oermasalhannya. In: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, GDE Ranuh IGN, editors. Buku ajar I: Tumbuh kembang anak dan remaja. 1st edition. Jakarta: Sagung Seto, 2002:p.83-8.